Selasa, 16 Oktober 2012

Dampak dari Vulkanisme

Vulkanisme dan Dampaknya – Aktivitas vulkanisme berkaitan dengan keberadaan magma di dalam Bumi. Isi Bumi yang berbentuk cair ini mengandung batuan dan gas dengan suhu yang sangat tinggi. Oleh karena suhu yang sangat panas membuat magma bergejolak hingga mampu meretakkan, menggeser, dan menyusup ke lapisan Bumi diatasnya. Nah, gejala vulkanisme terjadi karena penyusupan magma. Aktivitas magma tersebut mampu mengukir wajah muka Bumi menjadi berbagai bentuk, sekaligus memengaruhi kehidupan manusia. Salah satu akibat kegiatan vulkanisme adalah gunung api, yang mempunyai bentuk kerucut. Pada sisi lerengnya terdapat jurang-jurang yang merupakan jalan air atau lava menuju lembah. Kebanyakan gunung di Indonesia berupa gunung api.
a. Aktivitas Magma
Gunung api terbentuk oleh proses intrusi dan ekstrusi magma dari lapisan dalam kulit Bumi. Setelah sampai di permukaan Bumi, magma pijar yang keluar kemudian membeku dan membentuk timbunan. Magma keluar melalui proses letusan atau erupsi gunung api. Apabila erupsi sering terjadi, magma akan membentuk lapis-lapis timbunan yang membuat gunung api bertambah semakin tinggi.

Sumber: www.dephut.go.id
Gambar 6.29 Kenampakan Gunung Rinjani.
1) Intrusi Magma
Magma dari dalam Bumi dapat mengalir menyusup di antara lapisan batuan tetapi tidak mencapai permukaan Bumi. Setelah membeku, penyusupan magma ini membentuk kenampakan sebagai berikut.
a) Batolit adalah batuan beku yang terbentuk di dalam dapur magma.
b) Lakolit adalah batuan beku yang terjadi pada dua lapisan litosfer dan bentuknya menyerupai lensa cembung.
c) Sills adalah sisipan magma yang membeku pada dua lapisan litosfer berbentuk tipis dan lebar.
d) Diatrema adalah batuan hasil intrusi magma yang memotong lapisan litosfer.

Gambar 6.30 Bagian-bagian gunung berapi.
Keterangan gambar:
1. Batolit yang merupakan batuan intrusi sangat besar.
2. Pipa kawah (gang atau diatrema).
3. Lubang kepundan (kawah).
4. Sumbat kepundan. Erupsi dapat terjadi lagi bila aliran magma terhalang sumbat kepundan.
5. Gunung api parasiter (adventif) atau anak gunung api, yang muncul pada lereng.
6. Lakolit berbentuk lensa cembung.
7. Sills (retas) berbentuk tipis, mendatar, dan sejajar dengan lapisan batuan.
2) Ekstrusi Magma
Ekstrusi magma terjadi bila magma keluar ke permukaan Bumi akibat tekanan dari dalam Bumi. Aktivitas ini bisa menimbulkan letusan (erupsi) pada gunung api. Dilihat dari bentuk lubang keluarnya magma, terdapat tiga macam erupsi sebagai berikut.
a) Erupsi Linier atau Erupsi Melalui Retakan
Magma dari dapur magma mengalir menyusup keluar melalui retakan memanjang pada kulit Bumi. Akibat erupsi ini terbentuk deretan gunung api.

Sumber: ww w.swisseduc.ch Gambar 6.31 Erupsi linier

Gambar 6.32 Erupsi areal
b) Erupsi Areal
Magma yang keluar dan meleleh pada permukaan Bumi dapat terjadi karena letak dapur magma yang sangat dekat dengan permukaan Bumi. Akibat erupsi ini terbentuk kawah gunung api yang sangat luas.
c) Erupsi Sentral
Erupsi sentral atau biasa kita kenal sebagai letusan gunung api terjadi karena keluarnya magma melalui sebuah lubang di permukaan Bumi hingga terbentuk gunung yang letaknya terpisah dengan gunung-gunung lainnya.

Gambar 6.33 Erupsi sentral
Proses erupsi sentral dapat membentuk tiga macam bentuk gunung api, yaitu:
(1) Gunung Api Perisai (Tameng)
Gunung api ini terbentuk karena sifat magma yang keluar sangat encer dengan tekanan yang rendah, hampir tanpa letusan. Lereng gunung yang terbentuk menjadi sangat landai. Di Indonesia hampir tidak ada gunung yang berbentuk perisai, sehingga magma mudah mengalir ke segala arah. Sebagian besar gunung ini ada di Hawaii.
(2) Gunung Api Maar
Bentuk gunung api maar seperti danau kering. Jenis letusan yang terjadi adalah jenis eksplosif sehingga membentuk lubang besar pada bagian puncak (kawah). Letusan gunung api seperti ini terjadi karena ukuran dapur magma kecil dan letaknya dangkal, sehingga letusan hanya terjadi satu kali kemudian mati. Contoh Danau Klakah di Lamongan dan Danau Eifel di Prancis.
(3) Gunung Api Strato
Gunung api ini terbentuk akibat terjadinya erupsi eksplosif dan erupsi efusif berselang-seling. Sebagian besar gunung api di alam ini merupakan gunung api strato. Contoh: Gunung api Merapi, Merbabu, Semeru, dan Kelud di Indonesia, Gunung Fuji di Jepang, Gunung Vesuvius di Italia, serta Gunung Santo Helens dan Rainier di Amerika Serikat.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 67
Gambar 6.34 Bentuk-bentuk gunung api hasil erupsi sentral.
Supaya kamu dapat mengetahui perbedaan dari ketiga bentuk gunung api yang disebabkan erupsi sentral, amati gambar di samping ini.
Berdasarkan kekuatan letusan dan kandungan material yang dikeluarkan, erupsi gunung api dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Erupsi Eksplosif
Erupsi eksplosif adalah erupsi atau letusan yang menyebabkan ledakan besar akibat tekanan gas magmatis yang sangat kuat. Material yang dikeluarkan bersifat padat dan cair. Akibat erupsi eksplosif terbentuk bentukan permukaan Bumi berupa danau kawah besar (eksplosif). Contoh Danau Batur di Bali.
b) Erupsi Efusif
Erupsi efusif adalah erupsi atau letusan yang tidak menimbulkan ledakan, karena tekanan gas kurang kuat. Pada proses ini material yang dikeluarkan adalah material cair atau sebagian besar lava dan sedikit material padat yang berukuran kecil. Contoh Gunung Maona Loa di Hawaii.
Berdasarkan kekentalan magma, tekanan gas, kedalaman dapur magma, dan material yang dikeluarkannya, letusan gunung api dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu:
a) Letusan Tipe Hawaii
Tipe hawaii terjadi karena lava yang keluar dari kawah sangat cair, sehingga mudah mengalir
ke segala arah. Sifat lava yang sangat cair ini menghasilkan bentuk seperti perisai atau tameng. Contoh: Gunung Maona Loa, Maona Kea, dan Kilauea di Hawaii.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 66
Gambar 6.35 Tipe Hawaii
b) Letusan Tipe Stromboli
Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Gunung api stromboli di Kepulauan Lipari tenggang waktu letusannya ± 12 menit. Jadi, setiap ±12 menit terjadi letusan yang memuntahkan material, bom, lapili, dan abu. Contoh gunung api bertipe stromboli adalah Gunung Vesuvius (Italia) dan Gunung Raung (Jawa).

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 66
Gambar 6.36 Tipe Stromboli
c) Letusan Tipe Vulkano
Letusan tipe ini mengeluarkan material padat, seperti bom, abu, lapili, serta bahan-bahan padat dan cair atau lava. Letusan tipe ini didasarkan atas kekuatan erupsi dan kedalaman dapur magmanya. Contoh: Gunung Vesuvius dan Etna di Italia, serta Gunung Semeru di Jawa Timur.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 66
Gambar 6.37 Tipe Vulkano
d) Letusan Tipe Merapi
Letusan tipe ini mengeluarkan lava kental sehingga menyumbat mulut kawah. Akibatnya, tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 66
Gambar 6.38 Tipe Merapi
e) Letusan Tipe Perret atau Plinian
Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot. Contoh: Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883 dan St. Helens yang meletus pada tanggal 18 Mei 1980.
f) Letusan Tipe Pelee
Letusan tipe ini biasa terjadi jika terdapat penyumbatan kawah di puncak gunung api yang bentuknya seperti jarum, sehingga menyebabkan tekanan gas menjadi bertambah besar. Apabila penyumbatan kawah tidak kuat, gunung tersebut meletus.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 70
Gambar 6.39 Tipe Perret atau Plinian

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 69
Gambar 6.40 Tipe Pelee
g) Letusan Tipe Sint Vincent
Letusan tipe ini menyebabkan air danau kawah akan tumpah bersama lava. Letusan ini mengakibatkan daerah di sekitar gunung tersebut akan diterjang lahar panas yang sangat berbahaya. Contoh: Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1919 dan Gunung Sint Vincent yang meletus pada tahun 1902.

Sumber: Geologi dan Perubahan, halaman 68
Gambar 6.41 Tipe Sint Vincent
Material yang dikeluarkan saat gunung api meletus bermacam-macam. Ada yang berupa padat, cair, dan gas. Masing-masing zat tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis material. Jenis material yang dikeluarkan gunung api adalah:
a) Material Padat (Efflata)
Material padat (efflata) terdiri atas:
(1) Bom (batu-batu besar).
(2) Terak (batu-batu yang tidak beraturan dan lebih kecil dari bom).
(3) Lapili, berupa kerikil.
(4) Pasir
(5) Debu
(6) Batu apung
Menurut asalnya, efflata dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Efflata allogen, berasal dari batu-batu di sekitar kawah yang terlempar ketika terjadi letusan.
(2) Efflata autogen (Pyroclastica), berasal dari magma itu sendiri.
b) Material Cair
Bahan cair dari dapur magma akan mengalir keluar dari gunung api jika magma cair dari dalam Bumi meleleh keluar dari lubang kawah tanpa terhambat oleh sumbatan dan tidak terdapat sumbatan di puncaknya. Material cair yang keluar ini terdiri atas:
(1) Lava, yaitu magma yang meleleh di luar pada lereng gunung api.
(2) Lahar panas, yaitu campuran magma dan air, sehingga merupakan lumpur panas yang mengalir.
(3) Lahar dingin, terbentuk dari efflata porus atau bahan padat di puncak gunung menjadi lumpur ketika turun hujan lebat dan mengalir pada lereng serta lembah. Contohnya, akibat letusan Gunung Merapi tahun 2006 yang lalu telah menghasilkan sekitar 6 juta meter kubik timbunan material yang akan membentuk aliran lahar dingin saat turun hujan.
c) Material Gas atau Ekshalasi
Material gas atau ekshalasi terdiri atas:
(1) Solfatar, berbentuk gas belerang (H2S).
(2) Fumarol, berbentuk uap air (H2O).
(3) Mofet, berbentuk gas asam arang (CO2). Gas ini berbahaya bagi kehidupan karena bersifat racun. Selain itu, sifatnya yang lebih berat dari oksigen menyebabkan gas ini lebih dekat dengan permukaan tanah sehingga mudah dihirup oleh makhluk hidup. Contohnya, gas CO2 yang keluar dari Gunung Dieng pada tahun 1979 telah membunuh 149 penduduk.

Sumber: Understanding Geography 3, halaman 164
Gambar 6.42 Sumbat lava di Wyoming, Amerika Serikat.
Selain gunung api yang dihasilkan dari aktivitas ekstrusi magma, ada beberapa fenomena alam lain yang terbentuk dari proses lanjutan atau pasca vulkanisme. Kenampakan tersebut antara lain kaldera, danau kaldera, plato lava, geyser, dan kolam lumpur.
a) Sumbat Lava
Kenampakan ini terjadi ketika lava yang padat dalam pipa vulkanik yang padam menjadi massa yang resistan. Beberapa waktu kemudian, bagian dari kerucut vulkanik yang terdiri atas materi yang kurang resistan menjadi lapuk dan terkikis, yang tertinggal hanya sumbat lava. Ukuran sumbat lava ini bisa sangat besar hingga menyerupai bukit. Salah satu contohnya yaitu Menara
Setan di Wyoming, USA.

Sumber: Understanding Geography 3, halaman 165
Gambar 6.43 Plato lava Columbia di Amerika
b) Kaldera dan Danau Kaldera
Kaldera adalah cekungan besar yang ada di puncak gunung. Kenampakan ini terjadi akibat letusan yang sangat dahsyat dan meninggalkan lubang yang besar. Jika lubang ini kemudian terisi air akan membentuk danau kaldera.
c) Plato Lava
Kenampakan ini terjadi karena magma yang keluar bersifat encer, sehingga mampu menyebar dan membentuk hamparan lava yang luas dan lama-kelamaan secara perlahan lava ini membeku hingga membentuk suatu dataran tinggi yang disebut plato.
d) Geyser dan Mata Air Panas
Di kawasan vulkanik, air tanah bisa dipanaskan oleh magma. Air yang terpanaskan ini bisa muncul ke permukaan dengan tenaga eksplosif, inilah yang disebut geyser. Jika air ini keluar melalui aliran air di celah batuan, terbentuklah mata air panas. Sedangkan geyser merupakan air panas yang memancar secara periodik.

Sumber: Understanding Geography 3, halaman 165
Gambar 6.44 Geyser di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat.
b. Hidup Bersanding dengan Vulkanisme
Mungkin di antara kamu ada yang bisa merasakan bagaimana aktivitas vulkanisme terjadi, pasti ada juga yang tidak. Pengaruh vulkanisme bisa dirasakan terutama bagi penduduk yang tinggal dekat dengan gunung api.
Di wilayah Indonesia banyak terdapat gunung api, karena di Indonesia dilalui dua jalur atau rangkaian gunung-gunung api, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Rangkaian gunung-gunung api muncul disebabkan adanya pergerakan lempeng-lempeng tektonik yang saling bertumbukan. Persebaran gunung api di Indonesia dan di dunia ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Sumber: Geography Essential 3, halaman 25
Gambar 6.45 Persebaran jalur gunung api di dunia.
Gunung-gunung api di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi lima rangkaian, yaitu:
1) Rangkaian Sunda, yaitu rangkaian gunung berapi yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores hingga Alor.
2) Rangkaian Banda, sebagian besar terletak di bawah permukaan laut.
3) Rangkaian Minahasa dan Sangihe, rangkaian ini masih aktif, seperti di Gunung Soputan dan Gunung Lokon.
4) Rangkaian Halmahera, yang terdapat di sekitar Halmahera.
5) Rangkaian Sulawesi Selatan, merupakan rangkaian yang sudah tidak aktif (mati).
Gunung api ketika akan meletus sudah memberikan tandatanda atau gejala. Tanda-tanda ini perlu dikenali oleh masyarakat sekitar, sehingga dapat dilakukan usaha penyelamatan atau pengungsian. Tanda-tanda gunung api akan meletus, yaitu:
1) Temperatur di sekitar kawah naik.
2) Banyak sumber air mengering.
3) Sering terjadi gempa.
4) Sering terdengar suara gemuruh di sekitar puncak gunung.
5) Banyak binatang yang turun gunung atau berpindah.
Selain tanda-tanda atau gejala gunung api akan meletus, gunung api juga memperlihatkan tanda atau gejala akan selesai meletus (pascavulkanik). Gejala-gejala gunung api akan padam (pascavulkanik) adalah:
1) Munculnya ekshalasi atau sumber gas, contohnya di Dieng,
Jawa Tengah.
2) Keluarnya mata air panas, contohnya di Cimelati, Jawa Barat.
3) Munculnya mata air makdani, yaitu mata air panas yang mengandung mineral seperti belerang. Contohnya di Maribaya (Jawa Barat), Baturaden dan Dieng (Jawa Tengah).
4) Munculnya geyser, yaitu mata air panas yang disemburkan ke udara. Ketinggian geyser dapat mencapai 70 m. Contoh di Irlandia dan Yellowstone Park (Amerika Serikat).
Aktivitas vulkanisme bisa menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan. Seperti beberapa waktu yang lalu dirasakan oleh warga sekitar Gunung Merapi. Gempa vulkanik mereka rasakan, membuat panik dan harus rela kehilangan harta benda. Wedhus gembel yang dihasilkannya juga telah membakar hutan-hutan di sekitar Merapi. Hujan abu yang tebal dan meluas menyebabkan gangguan pernapasan dan penglihatan, hingga gagal panen akibat tanaman layu tertutup abu. Memang peristiwa vulkanis bisa membawa bencana, tetapi setelah tragedi tersebut berlalu, banyak hikmah yang bisa diambil. Meletusnya gunung api bisa meninggalkan fenomena unik, seperti kawah baru yang indah, sumber air panas yang memancar, munculnya sumber air mineral, mata air panas dan sebagainya, yang semuanya itu akan menarik dan berpotensi dikembangkan sebagai objek wisata. Cobalah temukan objek wisata di Indonesia yang mengangkat fenomena vulkanisme sebagai daya tariknya! Tidak itu saja, tanah subur juga akan diperoleh setelah beberapa waktu kemudian.


sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar